Kamis, 08 April 2021

Komparasi Anti Agencies Negara Korea Selatan, Singapura, dan Indonesia Akuntansi Forensik

 

  1. Komparasi anti agencies negara Korea Selatan dan Singapura, lalu bandingkan dengan negara Indonesia.

Perbandingan Komparasi Anti Agencies Negara Korea Selatan, Singapura, dan Indonesia

No.

Pembanding

Indonesia

Singapura

Korea Selatan

1.       

UU

Membedakan pada delik /perbuatannya, hal ini dapat dilihat dari UU No 31 tahun 1999 jo. UU no. 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, selain itu ada juga ada KUHP mengatur tentang kejahatan secara umum dan UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencucian uang.

Membedakan pada pemilahan pelaku dari tindak pidana Korupsi, hal ini dapat dilihat daru peraturan di singapura yaitu dengan adanya Prevention of coruption act tentang penyuapan yang di lakukan oleh swasta dan KUHP singapura tentang korupsi yang di lakukan oleh pegawai negeri.

Pada awal abad ke 21 dengan diberlakukannya UU no 6494 tentang

Anti Korupsi yang disahkan pada tanggal 24 Juli 2001

2.       

Sanksi

Sanksi pidana di Indonesia mengenal sistem pemidanaan maksimal khusus dan minimal umum, jadi pidana indonesia lebih berat baik denda maksimal Rp.1.000.000.000,- dan penjara maksimal 20 tahun, seumur hidup bahkan pidana mati. Dan mengenal sistem penjatuhan pidana secara kumulatif.

Sanksi pidana di Singapura berupa pidana penjara maksimal 7 tahun sedangkan pdana denda maksimal $ 100.000. Dalam sistem pemidanaan Singapura tidak mengenal adanya pidana mati dan dalam sistem penjatuhan pidana di sigapura mengenal adanya sistem secara kumulatif.

Di Korea selatan para pelaku korupsi akan mendapatkan sanksi sosial yang luar biasa. Mereka akan dikucilkan oleh masyarakat bahkan oleh keluarga mereka sendiri. Dan dihukum 22,5 tahun penjara.

3.       

Lembaga

Di Indonesia terdapat 3 lembaga yang berwenang dalam menangani kasus korupsi yaitu Kejaksaan, Kepolisian dan KPK, sehingga terjadi tumpang tindih dalam hal kewenangan menangani korupsi.

Di Singapura hanya 1 lembaga yang berwenang dalam menangani korupsi yaitu CPIB.

Pada tahun 2002 Korea mendirikan Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC). Pada tahun 2008, dibentuk Anti-Corruption and Civil Rights Commission of Korea (ACRC) dan membentuk sistem pencegahan korupsi baru dengan mengintegrasikan tiga faktor anti korupsi, hakim administrative dan Ombuds yang mengawasi praktik tidak adil dan illegal di sektor public.

4.       

Budaya&politik

Bermula dari masa kerajaan dengan penarikan upeti, masa penjajahan dengan pemerintahan VOC dan kerja Rodi dan masa Orba dengan sistem pemerintahan otoriter dan anti-kritik, sehingga korupsi semakin terbuka.

Pada pemerintahan selanjutnya meskipun KPK berdiri, tetapi political will saat itu masih lemah dan kurangnya dukungan dari pemerintah dan masyarakat.

CPIB bermula dari pembentukan KAK (Komisi Anti Korupsi) di dalam lembaga kepolisian dan kemudian di pisah karena adanya suap di lembaga polisi.

 

Adanya political will yang kuat dari penguasa saat itu dan di dukung oleh rakyat dan para pejabat pemerintah Singapura.

Setelah Perang Korea yang pecah pada tahun 1950, Korea menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang fenomenal 7-8% setiap tahun selama sekitar 30 tahun dari tahun 1960-an dengan dimulainya industrialisasi dan hingga awal 1990-an. Sejalan dengan inisiatif anti-korupsi global pada pertengahan 1990-an seperti Konvensi Anti-Penyuapan OECD, Korea juga mulai bergabung dengan upaya anti-korupsi dengan meningkatkan sistemnya di seluruh masyarakat dalam menghadapi Krisis Keuangan Asia 1997. Dengan latar belakang ini, "Undang-Undang Antikorupsi" diberlakukan pada tahun 2001 untuk mencegah dan secara efektif mengendalikan korupsi, dan "Komisi Independen Korea Melawan Korupsi (KICAC)" diluncurkan pada tahun 2002.

5.       

Jumlah Pegawai KAK (Komisi Anti Korupsi)

Indonesia dengan wilayah yang luas dan terdiri dari pulau-pulau dan daerah-daerah, maka pejabatpejabat di Indonesia tergolong banyak karena setiap daerah membutuhan jumlah pejabat yang berbeda-beda, sehingga dibandingkan dengan para pegawai KPK maka sangat sulit untuk mengaudit dan mengusut tuntas semua pejabat di indonesia. Maka dari itu di perlukannya penambahan jumlah pegawai KPK yang lebih banyak lagi.

Singapura dengan wilayah yang relatif kecil, sehingga pejabat pemerintahan Singapura relatif sedikit, sehingga memudahkan CPIB dengan jumlah pegawai CPIB yang relatif sedikit untuk mengaudit dan mengusut tuntas para pejabat yang di sinyalir korup.

 

 

2.      Apakah hukumnya (terkait korupsi) yang ditakuti oleh warga negara Korea Selatan dan Singapura? atau karena sanksinya yang tegas, yang menyebabkan mereka takut?

Di Singapura regulasi untuk mengatur mengenai tindak pidana yang berkaitan dengan korupsi dibagi menjadi 2 regulasi yaitu :

a.       Prevention of Corruption Act rumusan delik khusus dikalangan bisnis berupa penyuapan antara swasta dengan swasta, dan untuk pegawai negeri delik suap diambil dari KUHP Singapura, hal ini dikarenakan latar belakang negara Singapura adalah sebuah negara bisnis atau dagang. Dalam Prevention of Corruption Act, terdapat 2 (dua) pasal, pada Pasal 5 dan Pasal 6 Prevention of Corruption Act yaitu dengan ancaman pidana maksimal 5 (lima) tahun ditambah dengan klausula yang memperberat pidana menjadi 7 (tujuh) tahun. Jika korupsi maupun suap berkaitan dengan kontrak yang diadakan antara pihak swasta dengan pemerintah maupun lembaga / badan publik, maka sesuai dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Prevention of Corruption Act, ancaman pidana ditingkatkan menjadi $ 100,000 atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan berlaku kumulatif. Pada Pasal 10 sampai dengan Pasal 12 Prevention of Corruption Act mengatur mengenai penyuapan dalam hal tender pekerjaan, pelayanan, melakukan atau pemasokan sesuatu, material atau benda, yang merupakan kontrak dengan Pemerintah atau departemen atau badan publik.

b.      Dalam Pasal 32 ayat (2) Prevention of Corruption Act juga mengatur tentang gratifikasi, apabila seorang pejabat publik menerima pemberian gratifikasi tetapi tidak menangkap si pemberi itu dan membawa ke kantor polisi terdekat tanpa alasan yang dapat diterima akal, diancam dengan pidana denda paling banyak $ 5,000 atau pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau keduaduanya. Penuntut umum dapat dengan perintah memberi kuasa kepada direktur CPIB Singapura atau penyidik khusus CPIB Singapura untuk melaksanakan penyidikan terhadap setiap delik berdasarkan hukum tertulis, semua atau setiap wewenang yang berkaitan dengan penyidikan oleh kepolisian berdasarkan Criminal Prosedure Code.

Sedangkan di Korea Selatan para pelaku korupsi akan mendapatkan hukuman penjara selama 22,5 tahun dan sanksi sosial yang luar biasa. Mereka akan dikucilkan oleh masyarakat bahkan oleh keluarga mereka sendiri. Salah satu contohnya adalah mantan presiden Korsel, Roh Moo Hyun. Karena dikucilkan keluarganya dan tidak kuat menahan rasa malu atas kasus korupsi yang menjeratnya, ia memilih untuk bunuh diri dengan menerjunkan dirinya dari atas bukit.

Kemudian ada faktor - faktor lain yang dikembangkan oleh Korea Selatan yaitu terdapat Director of Training Planning dari Anti-corruption Training Institue (ACTI) yang merupakan bagian dari ACRC. ACTI adalah lembaga pelatihan untuk masyarakat dan penyelenggara negara agar memiliki integritas yang lebih baik dan menanamkan karakter antikorupsi. Ini adalah salah satu cara Korea Selatan untuk mencegah korupsi dengan memberikan warga negaranya pengetahuan dan pelatihan. Lim berbagi cara ACTI memberikan pelatihan yang menyenangkan kepada masyakarat dan penyelenggara negara lewat sebuah konser musik, sebuah pertunjukan, diskusi menarik bersama tokoh masyarakat yang inspiratif. Kegiatan itu disebut dengan Integrity Concert, yaitu pelatihan integritas melalui medium seni. Pelatihan Integrity Concert sangat popular dan disenangi di Korea Selatan. Pelatihan itu menjadi menarik karena berbeda dengan jenis-jenis pelatihan yang ada sebelumnya yang terkesan membosankan dan akan membuat masyarakat mengantuk.

Selain berbagi tentang pelatihan integritas yang menjadi salah satu andalan ACRC, Senior Deputy Director Anti-corruption Solicitation Interpretation Division Ki Hyun Kwon juga menjelaskan mengenai pengaturan gratifikasi di Korea Selatan. Gratifikasi tidak hanya berlaku dan diatur untuk para penyelengara negara, pengajar juga bisa terkena pasal gratifikasi. Hal menarik dan sedikit berbeda dari Indonesia, Korea Selatan tidak menerapkan aturan gratifikasi pada upacara kematian. Karena menurut Kwon, upacara kematian di Korea Selatan sangat mahal dan sangat sakral bagi masyarakat Korea Selatan. Dalam mengatur sektor swasta, ACRC membuat sebuah pedoman yang bernama Anti-corruption Guidelines for Companies yang harus diterapkan di seluruh perusahaan yang ada di Korea Selatan. Pedoman tersebut mengatur banyak hal yang dapat mencegah terjadinya korupsi di sektor swasta. Peraturan tersebut juga terintegrasi dengan aturan-aturan lain seperti kewajiban mengikuti pelatihan integritas dan mengikuti aturan gratifikasi.

 

 


Sumber :

Vidya Prahassacitta, 2017 “SUATU PERBANDINGAN DENGAN SINGAPURA, MALAYSIA DAN KOREA SELATAN” Jurnal Hukum & Pembangunan 47 No. 4 (2017): 396-420.

https://www.kpk.go.id/

http://eprints.undip.ac.id/70789/1/Buku_Ajar_Perbandingan_gerakan_anti_korupsi_Antara_Korea_Selatan_%26_Indonesia.pdfs

 

Jumat, 26 Maret 2021

 

KASUS DAUBERT CASE & PERBANDINGAN KODE ETIK AKUNTAN PUBLIK DENGAN KODE ETIK KPK

 

a.      Kasus Daubert Case

Kasus Daubert mengaktifkan apakah Bendectin, obat antimual untuk wanita hamil, menyebabkan cacat lahir yang tidak spesifik. Seperti semua kasus yang melibatkan cacat lahir non-spesifik, masalah ilmiah utama adalah menyortir cacat yang diduga disebabkan oleh teratogen dari tingkat latar belakang cacat lahir yang tinggi (1-6%, tergantung pada tingkat keparahan). Semua studi ilmiah formal menunjukkan tidak ada korelasi antara asupan Bendektin oleh ibu hamil dan cacat lahir pada anaknya. Penggugat memiliki seorang ahli yang memenuhi syarat dengan pelatihan dan pengalaman - standar utama pra-Daubert - tetapi metode analisis datanya tidak diterima oleh ilmuwan lain dan belum menjadi sasaran tinjauan sejawat dalam literatur. Pengadilan persidangan mengecualikan bukti, menyatakan bahwa aturan federal mengharuskan hakim untuk bertindak sebagai "penjaga gerbang" untuk mencegah juri mendengarkan bukti yang tidak dapat diandalkan atau bukti yang nilainya melebihi sifat prasangka. Juri prasangka sangat penting dalam kasus Daubert karena daya tarik emosional dari penggugat kelahiran bayi yang terluka. Hakim tahu bahwa jika ada bukti yang mendukung perkara penggugat, akan sangat sulit bagi juri untuk menemukan penggugat. Ini menciptakan tugas khusus untuk memastikan bahwa bukti penggugat valid secara ilmiah.

Penggugat tidak berhasil dalam salah satu tuntutan hukum Bendectin pada saat kasus Daubert, tetapi biaya pembelaannya sangat tinggi sehingga Merrell Dow telah mengeluarkan obat itu dari pasar. Para penggugat diasumsikan bahwa mereka pada akhirnya akan mendapatkan penyelesaian yang substansial dari Merrell Dow, baik karena mereka pada akhirnya akan memenangkan salah satu kasus, atau hanya untuk mengakhiri biaya pembelaan. Dalam kasus Daubert, hakim pengadilan memutuskan bahwa ahli penggugat tidak dapat dipercaya karena bukti mereka tidak memenuhi persyaratan uji Frye untuk dapat diterima secara umum. Temuan seperti itu sangat penting bagi pembela karena menghentikan gugatan sebelum biayanya terlalu tinggi, ditambah menghilangkan kemungkinan putusan simpati dari juri. Penggugat mengajukan banding, mengklaim bahwa aturan bukti federal yang direvisi menghapus aturan Frye dan mengizinkan penyajian bukti yang tidak diterima secara umum oleh komunitas medis atau ilmiah. Pengadilan banding menguatkan keputusan hakim persidangan dan penggugat mengajukan banding ke Mahkamah Agung AS.

Kasus ini diajukan ke Mahkamah Agung Amerika Serikat di mana putusan pengadilan yang lebih rendah dibatalkan dan standar baru penerimaan dibuat. Mahkamah Agung, dalam menyikapi fakta Daubert berkaitan dengan bukti ilmiah dan kesaksian ahli, pertama-tama dibuat analisis dua langkah yang akan digunakan oleh pengadilan distrik federal dalam bertindak sebagai "penjaga gerbang" dari pengenalan kesaksian ahli. Kriteria tersebut adalah (1) bukti relevan dan (2) reliabel. Dalam menentukan masalah apakah bukti akan dianggap dapat diandalkan, Pengadilan menetapkan tes empat bagian yang terpisah dan tidak eksklusif: (1) dapatkah teori atau teknik diuji, (2) apakah telah ditinjau dan dipublikasikan oleh sejawat, (3) apakah ada tingkat kesalahan yang diketahui atau potensial, dan (4) apakah ada tingkat penerimaan umum dalam komunitas disiplin ilmu tersebut, mirip dengan yang pertama? Jadi, masalah tunggal Frye test diperluas untuk memasukkan faktor-faktor baru ini dalam mengevaluasi kualitas - dan penerimaan yang dihasilkan - dari bukti ilmiah dan kesaksian ahli.

Pengadilan negara terbagi atas apakah mereka akan mengikuti Daubert atau terus gunakan Frye standar. Dari berbagai pengadilan negara telah memutuskan untuk mengikuti Daubert, kecuali Georgia dan Connecticut yang memiliki standar kesaksian ahli yang mirip dengan Peraturan federal 702. Namun bahkan di yurisdiksi tersebut, sejumlah telah diterapkan Daubert untuk kasus bukti ilmiah tertentu saja. Negara bagian lain, untuk bukti yang dianalogikan dengan Aturan 702, telah memilih untuk tetap mengikuti Frye standar.


b.      Perbandingan Kode Etik Akuntan Publik dengan Kode Etik KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi telah dua kali merumuskan nilai-nilai dasar dan kode etiknya. Untuk kali pertama, nilai-nilai dasar dan kode etik Komisi Pemberantasan Korupsi ditetapkan pada tahun 2006 dengan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 05.P.KPK Tahun 2006 tentang Kode Etik Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang di dalamnya terdapat tujuh Nilai Dasar Pribadi, yaitu:

1.      Integritas;

2.      Profesionalisme

3.      Inovasi

4.      Transparansi

5.      Produktivitas

6.      Religiusitas

7.      Kepemimpinan.

 

Selanjutnya, dengan dilatarbelakangi oleh perubahan visi, misi, strategi, dinamika lingkungan, pada tahun 2013 Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan perubahan Nilai Dasar Pribadi menjadi 5 (lima), yaitu:

1.      Religiusitas

2.      Integritas

3.      Keadilan

4.      Profesionalisme

5.      Kepemimpinan

Kelima nilai dasar tersebut dijabarkan dalam Kode Etik yang di dalamnya terkandung serangkaian Pedoman Perilaku untuk menjadi acuan bagi seluruh Insan Komisi   yang termasuk dewan pengawas, pimpinan, dan pegawai dalam berpikir, bertutur, bersikap, dan berperilaku guna menjaga citra, harkat, dan martabat Komisi Pemberantasan Korupsi.

KODE ETIK AKUNTAN PUBLIK

1. Akuntan harus mematuhi prinsip integritas, yang mensyaratkan Akuntan untuk bersikap lugas dan jujur dalam semua hubungan profesional dan bisnis. Integritas menyiratkan berterus terang dan selalu mengatakan yang sebenarnya.

2. Akuntan harus mematuhi prinsip objektivitas yang mensyaratkan Akuntan tidak mengompromikan pertimbangan profesional atau bisnis karena adanya bias, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak semestinya dari pihak lain.

3. Akuntan harus patuh terhadap prinsip kompetensi dan kehati-hatian profesional yang mensyaratkan Akuntan untuk:

a. Mencapai dan mempertahankan pengetahuan serta keahlian profesional pada level yang disyaratkan untuk memastikan bahwa klien atau organisasi tempatnya bekerja memperoleh jasa profesional yang kompeten berdasarkan standar profesional dan standar teknis terkini dan sesuai dengan perundangundangan yang berlaku

b. Bertindak sungguh-sungguh dan sesuai dengan standar profesional dan standar teknis yang berlaku.

4. Akuntan harus mematuhi prinsip kerahasiaan, yang mensyaratkan Akuntan untuk menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis.

 

5. Akuntan harus mematuhi prinsip perilaku profesional, yang mensyaratkan Akuntan untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menghindari perilaku apa pun yang diketahui atau seharusnya diketahui yang dapat mendiskreditkan profesi.

 

KODE ETIK KPK

1. Integritas merupakan kesatuan antara pola pikir, perasaan, ucapan, dan perilaku yang selaras dengan hati nurani dan norma yang berlaku di Komisi.

2. Sinergi adalah kesesuaian pemikiran dan cara pandang terhadap masalah pemberantasan korupsi dari pelaku-pelaku atau elemen-elemen organisasi yang berbeda. Dengan demikian, Sinergi dimaknai sebagai relasi kolaboratif yang bermanfaat dari para pelaku atau elemen untuk mencapai tujuan bersama baik di dalam, maupun di luar organisasi tanpa mengurangi independensi para pelaku.

3. Adil bermakna menempatkan hak dan kewajiban seseorang secara berimbang yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua orang sama kedudukannya di depan hukum.

4. Profesionalisme merupakan kompetensi untuk melaksanakan tugas dan fungsi secara baik yang membutuhkan adanya pengetahuan, keahlian, dan perilaku seseorang dalam bidang tertentu yang ditekuninya berdasarkan keilmuan dan pengalamannya.

5. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggerakkan dan memengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan serta keberanian untuk mengambil keputusan tepat pada waktunya yang dapat dipertanggungjawabkan.

 

Sumber :

https://biotech.law.lsu.edu/map/TheDaubertCase.html

https://www.expertinstitute.com/resources/insights/the-history-of-daubert-v-merrell-dow-pharmaceuticals/

https://iapi.or.id/uploads/article/38-KODE_ETIK_PROFESI_AKUNTAN_PUBLIK_2020.pdf

https://www.kpk.go.id/images/01/kodeetik/PERDEWAS-01-Tahun-2020-Kode-Etik--Pedoman-Prilaku-KPK.pdf


Minggu, 21 Maret 2021

TUGAS AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGATIF

 

1.Corruption Perception Index ( Indeks Persepsi Korupsi )

Transparency International, institusi non-partisan yang berbasis di Berlin (Jerman), menerbitkan Indeks Persepsi Korupsi tahunan (berdasarkan polling) yang menilai "sejauh mana korupsi dianggap terjadi di kalangan pejabat publik dan politisi" di semua negara seluruh dunia. Indeks Persepsi Korupsi Tahunan ini menggunakan skala dari satu sampai sepuluh. Semakin tinggi hasilnya, semakin sedikit (dianggap) korupsi yang terjadi. Dalam edisi terbaru mereka (2016) Indonesia menempati peringkat 90 (dari total 176 negara). Meskipun demikian, perlu ditekankan bahwa tidak ada metode yang akurat 100 persen untuk mengukur korupsi karena sifat korupsi (sering tersembunyi untuk umum).

Indonesia sebenarnya adalah salah satu dari sedikit negara dalam Indeks Persepsi Korupsi yang menunjukkan perbaikan yang stabil dan nyata, bertepatan dengan pemerintahan Yudhoyono (2004-2014) dan diteruskan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo. Namun, perlu ditekankan bahwa - meskipun merepresentasikan perkembangan nyata - angka-angka ini harus ditangani dengan hati-hati karena metodologi yang digunakan dalam jajak pendapat berubah dari tahun ke tahun. Terkait dengan korupsi, masih ada jalan panjang reformasi ke depan untuk Indonesia. Baik pada tingkat pusat dan daerah, bisnis dan politik masih cenderung "pergi tangan-di-tangan", maka membentuk semacam konteks oligarki di mana konflik kepentingan terus terjadi. Misalnya, pembalakan liar tersebar luas di Sumatera dan Kalimantan karena banyak ijin penebangan liar dikeluarkan oleh badan-badan publik (sehingga mengancam keberadaan hutan di Indonesia). Demikian pula, di sektor pengadaan di Indonesia kontrak yang menguntungkan sering diberikan kepada perusahaan yang terkait dengan pejabat negara.

Korupsi sangat menghambat negara ini dalam merealisasikan potensi ekonomi dan menyebabkan ketidakadilan yang signifikan di dalam masyarakat Indonesia karena sebagian kecil orang mendapatkan manfaat yang amat besar dari lembaga dan keadaan korup di negeri ini. Tetapi pujian/penghargaan harus diberikan kepada media (bebas) Indonesia dan KPK karena keduanya memainkan peran penting dalam soal pemberantasan korupsi. Kemudian Indonesia belum pernah mengesankan di Indeks Persepsi Korupsi Tahunan (diterbitkan oleh Transparency International). Indeks ini menunjukkan tingkat korupsi di negara-negara dunia. Saat ini posisi Indonesia berada di nomor 88 (dari jumlah total 175 negara) tetapi kinerjanya menunjukkan peningkatan yang stabil sejak awal pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2004. Bagian ini memberikan ikhtisar terperinci korupsi di Indonesia.

2. Global Corruption Index (Indeks Korupsi Global)

Mencakup sebanyak 198 negara, GCI menonjol karena pendekatan globalnya. Hasilnya menunjukkan eksposur risiko korupsi yang berasal dari sektor publik dan swasta. GCI juga mencakup masalah-masalah yang terkait dengan kejahatan kerah putih dan lebih khusus lagi untuk pencucian uang dan pendanaan terorisme.

GCI mengandalkan berbagai metode untuk mengumpulkan data yang mencerminkan berbagai cara yang tersedia untuk memperkirakan korupsi. Proses ini memungkinkan tujuan lebih lanjut dalam memberikan perkiraan kepada pengguna kami sedekat mungkin dengan nilai nyata

4 indikator dianggap mengukur korupsi, dengan bobot sebagai berikut:

1.     Status ratifikasi konvensi kunci (OECD, PBB), 15%

2.     Tingkat persepsi korupsi publik (Indeks Korupsi Transparansi Internasional, data Bank Dunia, data Organisasi Proyek Keadilan Dunia), 25,5%

3.     Pengalaman korupsi publik dan swasta yang dilaporkan (Transparansi Internasional Korupsi Global, Barometer, Survei Perusahaan Bank Dunia), 17%

4.     Pilihan karakteristik negara yang terkait erat dengan korupsi, 42,5%

Karakteristik negara dimaksudkan untuk menangkap mekanisme pencegahan, efek terkait, efek kausal dan efek konsekuensial, dengan tujuan menggali informasi korupsi laten. Indikator ini mengumpulkan hasil yang terkait dengan 4 indikator berbeda:

1.     Suara warga dan Transparansi

2.     Fungsi dan Efektivitas Pemerintah

3.     Konteks Hukum

4.     Konteks Politik

Tabel hasil interaktif untuk dengan mudah membedakan menurut wilayah, peringkat, skor (di mana 0 berarti risiko terendah dan 100 untuk tertinggi) dan tingkat risiko, memberi Anda pengalaman yang ditingkatkan dalam menemukan GCI. Di dalam table GCI terdapat 4 negara eropa dan 1 negara oceania teratas yang mengalami Global Corruption Index yaitu negara Denmark yang memiliki score 5.41 dengan peringkat negara pertama lalu evaluasi risiko sangat rendah, Norway yang memiliki score 5.41 dengan peringkat negara kedua lalu evaluasi risiko sangat rendah, Finland yang memiliki score 5.74 dengan peringkat negara ketiga lalu evaluasi risiko sangat rendah, Sweden yang memiliki score 8.80 dengan peringkat keempat lalu evaluasi risiko sangat rendah. Dan terakhir New Zealand yang memiliki score 9.46 dengan peringkat kelima lalu evaluasi risiko sangat rendah.

Lalu negara Indonesia berada di peringkat 100 dengan evaluasi risiko medium dengan score 48.07 yang berarti menunjukkan eksposur risiko korupsi yang berasal dari sektor publik dan swasta.

3. Bribe Payers Index (Indeks Pembayar Suap)

Indeks Pembayar Suap ( BPI ) adalah ukuran seberapa besar keinginan sektor bisnis suatu negara untuk terlibat dalam praktik bisnis yang korup. BPI pertama diterbitkan oleh Transparency International pada 26 Oktober 1999. Transparency International meluncurkan bribe payer index tahun 2011. Hasilnya menempatkan Indonesia sebagai peringkat keempat terbawah negara yang paling banyak melakukan suap dalam transaksi bisnis di luar negeri. Bribe payer index (BPI) merupakan hasil survei yang dilakukan secara berkala oleh Transparency International. Survei BPI dilakukan terhadap 28 negara yang secara kumulatif berperan signifikan terhadap perekonomian dunia, dengan total rasio foreign direct investment dan ekspor global sebesar 78 persen. Dari daftar Indeks Pembayar Suap (Bribery Payers Index/BPI) yang terdiri atas 28 negara, Indonesia menempati peringkat keempat daftar pengusaha yang gemar memberi suap untuk memuluskan urusan bisnisnya.Namun, survei ini tidak menjelaskan di negara mana saja pengusaha Indonesia ditengarai kerap memberi suap.

4. Political and Economic Risk Consultancy (Konsultasi Risiko Politik dan Ekonomi)

konsultasi risiko dan ekonomi bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada klien tentang iklim politik dan ekonomi tempat mereka beroperasi. Sebagian besar konsultasi semacam itu difokuskan pada negara-negara berkembang dan pasar berkembang di mana risiko politik dan bisnis mungkin lebih besar, lebih sulit untuk dikelola, atau lebih sulit untuk dinilai. Konsultasi risiko dan strategis terkadang dilakukan bersamaan dengan aktivitas lain seperti investigasi perusahaan, akuntansi forensik , penyaringan atau pemeriksaan karyawan, dan penyediaan sistem keamanan, pelatihan atau prosedur. Beberapa grup terbesar dalam industri ini termasuk Kroll Inc. dan Control Risks Group, meskipun ukuran dan jangkauan konsultan sangat bervariasi, dengan grup seperti Black Cube dan Hakluyt & Company menyediakan layanan butik.

The Asian Intelligence Report oleh PERC adalah laporan independen dua mingguan tentang bisnis dan politik Asia. Dalam laporan Annual Review of Corruption in Asia, ia memberikan gambaran umum tentang tren korupsi di Asia dan analisis rinci tentang situasi korupsi di setiap negara. Urutan pertama dimiliki oleh singapura dengan skor 1,90 yang artinya tingkat korupsi di singapura sangat rendah secara tidak langsung meningkat perekonomian di singapura. Indonesia berada di peringkat tiga terbawah dengan tingkat korupsi yang tinggi dengan skor 7,57 diatas Vietnam dan kamboja.

5. Global Competitiveness Index (Indeks Daya Saing Global)

Global competitiveness index (GCI) atau indeks daya saing global adalah suatu indeks yang mengukur progres suatu negara dalam perkembangan semua faktor-faktor yang memengaruhi produktivitasnya. Secara implisit, indeks ini mengukur seberapa efisien suatu negara memanfaatkan faktor-faktor produksinya yang kemudian akan berujung pada upaya memaksimalkan produktivitas faktor total/total factor productivity (TFP) dan mencapai pertumbuhan ekonomi jangka panjang, sehingga bermanfaat bagi pembuat kebijakan untuk melakukan intervensi kebijakan yang efektif, Indeks Daya Saing Global Indonesia dilaporkan sebesar 64.629 Score pada 2019. Rekor ini turun dibanding sebelumnya yaitu 64.935 Score untuk 2018. Data Indeks Daya Saing Global Indonesia diperbarui tahunan, dengan rata-rata 64.629 Score dari 2017 sampai 2019, dengan 3 observasi. Data ini mencapai angka tertinggi sebesar 64.935 Score pada 2018 dan rekor terendah sebesar 63.488 Score pada 2017. Data Indeks Daya Saing Global Indonesia tetap berstatus aktif di CEIC dan dilaporkan oleh World Economic Forum.

Terdapat 3 negara teratas yaitu Singapura, Amerika Serikat dan Hongkong. Dari ketiga negara tersebut dapat disimpulkan bahwa daya saing mereka di tingkat internasional sangat tinggi dengan memenuhi indikator-indikator yang sudah ditentukan oleh world economic forum. Dan negara Indonesia terdapat di peringkat 50 dikarenakan belum menjadi negara maju sehingga tidak bisa bersaing dengan negara-negara lainnya.

 

SUMBER :

https://www.indonesia-investments.com/id

https://en.wikipedia.org/wiki/Bribe_Payers_Index

https://www.antikorupsi.org/id/article

https://nasional.kompas.com/read/2011/11/03/

https://en.wikipedia.org/wiki/Risk_and_strategic_consulting

https://www.ceicdata.com/id/indicator/indonesia/

https://risk-indexes.com/global-corruption-index/

 

Kamis, 11 Maret 2021

Kasus Sengketa Akuntansi Forensik Dan Audit Investigatif


Kasus PT TELKOM & PT ARIA WEST INTERNATIONAL

 PT Telkom menghentikan kerja sama operasional dengan PT Aria West International. Kebijakan itu diambil berdasarkan masukan tim yang beranggotakan wakil dari Departemen Keuangan, Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi serta Kantor Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Demikian ditegaskan Menteri Perhubungan dan Telekomunikasi Agum Gumelar usai Sidang Kabinet di Jakarta, Kamis (12/4).

 Namun, Agum tak menjelaskan alasan penghentian, termasuk untung rugi dan implikasi hukum dari keputusan tersebut. Dia hanya menjelaskan, mekanisme pemutusan kerja sama itu dilaksanakan berdasarkan klausul kontrak ya. Sebelumnya, PT Aria West dan Telkom bersepakat membangun jaringan telekomunikasi divisi regional Jawa Barat. Ketika proyek berjalan, Aria West mempersoalkan Telkom yang ingkar membangun lebih dari 100 ribu jalur telepon baru. Akibatnya, Aria West menahan porsi keuntungan Telkom sebesar Rp 340 miliar. Bukan itu saja, Aria West juga menggugat Telkom ke Mahkamah Arbitrase Internasional di Jenewa, sebesar US$ 1,3 miliar. Sebaliknya, Telkom menganggap tudingan anak perusahaan AT&T itu tak masuk akal dan bersedia menempuh proses hukum. PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom) tetap akan menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan perseteruan dengan PT. Aria West Internasional (AWI). Untuk itu, PT Telkom mengklaim balik PT Aria West ke Badan Arbitrase Internasional. Demikian diungkapkan Direktur Utama PT. Telkom Mohammad Nazief, di Jakarta, baru-baru ini.

Direktur utama PT. Telkom (Mohammad Nazief) menilai pertikaian itu tak banyak berpengaruh terhadap kinerja PT. Telkom, khususnya di Divisi Regional III. Kendati demikian, ia berjanji perkara itu akan segera diselesaikan. Caranya, dengan menggugat balik Aria West ke Badan Arbitrase Internasional. Dalam gugatan tersebut, Telkom membeberkan sikap Aria west yang telah melalaikan penyetoran minimum kepada Telkom sejak 1995 - Juni 2001. Jumlah setoran itu kini mencapai Rp 500 miliar.

Persengketaan ini bermula dari perbedaan pandangan soal butir-butir Kerja Sama Operasional (KSO) antarkedua belah pihak yang ditandatangani pada 1995. Awalnya, Telkom menggugat Aria West ke pengadilan lantaran perusahan itu tak membangun ratusan ribu satuan sambungan telepon sebagaimana tertuang dalam butir KSO. Sebaliknya, Aria West membawa perkara itu ke Badan Arbitrase Internasional. Alasannya, Telkom telah mengabaikan beberapa butir kesepakatan KSO. Untuk itu, Aria West menuntut Telkom membayar kepada mereka sebesar US$ 1,3 miliar.

Dalam perjanjian KSO antara PT Telkom dan PT AWI tersebut disepakati bahwa perselisihan yang timbul akan diselesaikan berdasarkan musyawarah, Keputusan Menteri untuk perselisihan berkaitan dengan pelaksanaan peraturan dan kebijakan yang berhubungan dengan Ijin Penyelenggaraan dan Arbitrase. Kemudian dalam penyelesaiannya Sengketa antara PT Telkom dan PT Aria West Internasional (AWI) melalui proses yang berat dan memakan waktu hampir dua tahun, akhirnya diselesaikan melalui akuisisi Aria West International oleh PT Telkom dalam Tahun 2003. Dalam sangketa ini, Aria West International menggunakan Pricewaterhouse Coopers (PwC) sebagai akuntan forensiknya, dan penyelesaikan dilakukan di luar pengadilan. Yang pada akhirnya PT Telkom Memberikan tawaran saham kepada PT Aria West Internasional.

Sumber :

https://www.semanticscholar.org/paper/PENYELESAIAN-PERSELISIHAN-PEMUTUSAN-PERJANJIAN-%3A-Wiyani

https://www.liputan6.com/news/read/19067/telkom-mengklaim-balik-aria-west

https://www.liputan6.com/news/read/11165/hubungan-telkom-aria-west-berakhir

 

KASUS AYAM GORENG NY. SUHARTI

Restoran Ayam Goreng Ny.Suharti memang memiliki dua logo yang berbeda. Logo pertama bergambar dua ayam dengan huruf S ditengahnya. Sementara logo kedua bergambar wajah asli Ny.Suharti. Di masing-masing logo tertera tulisan Ayam Goreng Ny.Suharti. Ny.Suharti merupakan wanita asal Yogyakarta yang namanya melambung tinggi karena ayam goreng racikannya. Rasa ayam goreng yang istimewa itu berasal dari bumbu turun temurun milik Mbok Berek. Maklum, ayam goreng Mbok Berek digilai banyak penduduk Yogyakarta termasuk keluarga keraton. Kabarnya, Presiden Soekarno juga sangat mengagumi kelezatan ayam goreng kremes Mbok Berek. Belajar dari kesuksesan pendahulunya itu, Suharti mulai menekuni bisnis ayam goreng. Dia membuat bumbu sendiri dan menjajakan ayam goreng buatannya dari rumah ke rumah bersama sang suami. Dari situ, dia mulai berani membuka usaha sendiri pada 1962 dan masih menggunakan nama Mbok Berek sebagai merek ayam gorengnya.
Mbok Berek yang lebih dulu terkenal karena ayam gorengnya, sebenarnya melarang pihak manapun menggunakan namanya sebagai merek di produk serupa. Hal ini mengingat sejumlah pihak beberapa kali mencoba memanfaatkan mereknya yang legendaris untuk menarik pelanggan. Meski begitu, Mbok Berek mengizinkan pihak lain menggunakan namanya, selama masih pihak tersebut masih memiliki ikatan keluarga dengan dia.
Tapi usaha yang semakin maju membuat Suharti ingin lebih mandiri dan memutuskan untuk melepas merek Mbok Berek dari bisnisnya. Dia memilih menggunakan namanya sendiri sebagai merek. Pada 1972, lahirlah rumah makan Ayam Goreng Ny. Suharti yang dibangunnya bersama sang suami. Lokasinya berada di JL.Sucipto No.208 Yogyakarta dan menjadi pusat perdagangan ayam goreng Ny.Suharti saat itu. Suharti bersama sang suami, Sachlan sangat bersemangat membangun bisnis ayam gorengnya tersebut. 13 tahun setelah berdiri, Suharti mulai berani memperluas area bisnisnya. Dia membuka sejumlah cabang di berbagai kota seperti Jakarta, Bandung, Purworejo, Semarang bahkan hingga ke Medan. Hingga tahun 90-an, ayam goreng Suharti bahkan sudah berhasil melanglang hingga ke Denpasar. Kelezatan ayam gorengnya tak hanya berhasil mengundang pujian dari masyarakat domestik, tapi juga melahirkan decak kagum dari sejumlah turis asing yang pernah mencicipinya. Salah seorang wisatawan asing, Ryan dari Kanada, bahkan membuat tulisan khusus tentang nikmatnya ayam goreng dan sayur asem di rumah makan Suharti. Dalam tulisannya, dia bahkan mengatakan ayam goreng Suharti merupakan yang terlezat di dunia. Tak lupa, dia juga memuji bumbu dan sensasi rasa dari ayam goreng Suharti. Dari caranya memuji ayam goreng tersebut, banyak turis asing lain yang ingin datang ke Indonesia untuk makan di rumah makan Suharti.

Banyak pelanggan yang dibuat bingung karena menemukan produk ayam goreng Suharti dengan dua logo yang berbeda. Logo pertama bergambar dua ayam yang berhadapan dengan huruf S di tengahnya. Di bawah gambar tersebut tertera tulisan NY.SUHARTI. Sementara di logo yang kedua, Anda akan menemukan gambar seorang wanita berkonde mengenakan baju adat Jawa yang tak lain merupakan potret Suharti sendiri. Sama dengan logo pertama, di bawah gambar sang nyoya tertera tulisan ayam goreng Suharti.

Dalam sebuah wawancara dengan Majalah Tempo, Suharti pernah bercerita, awalnya rumah makan yang dirintis selama 30 tahun oleh Suharti dan suaminya, Sachlan itu menggunakan logo bergambar ayam. Namun siapa sangka, penyebab lahirnya logo kedua justru dipicu aksi suaminya yang diyakini Suharti memiliki wanita lain di Jakarta. Perang dingin antara keduanya membuat sang suami berhasil mengakuisisi semua rumah makan `Ayam Goreng Ny.Suharti`, karena namanya terdaftar sebagai pemilik resmi bisnis tersebut.

Maka Suharti yang kehilangan semua usahanya tersebut mendirikan kembali rumah makan miliknya sendiri dan masih dengan nama yang sama `Ayam Goreng Ny.Suharti`. Namun kali ini, Suharti menggunakan potret wajahnya sendiri di logo produknya untuk menandakan bahwa ayam goreng itu asli miliknya. Maka saat ini, meski dengan merek yang sama, ayam goreng Ny.Suharti berlogo ayam adalah milik mantan suaminya. Sementara milik Suharti adalah rumah makan dengan logo bergambar dirinya sendiri.

Bukan rahasia umum, Suharti ditinggalkan suami tanpa harta sedikitpun. Semua rumah makan Ayam Goreng Ny.Suharti jadi milik sang suami. Meski Suharti menuding suaminya berbuat curang, tapi nasi telah menjadi bubur. Suaminya adalah pemilik resmi dan sah usaha tersebut.

Alhasil, Suharti membuka rumah makan ayam goreng sendiri di Semarang pada Oktober 1991. Namun hingga saat ini, Suharti memilih bungkam untuk memberitahu siapa penyedia modal dan orang yang mau berinvestasi atas usahanya tersebut.  Namun Suharti dengan mantap mengatakan bahwa usaha berlogo wajahnya tersebut merupakan asli bisnisnya sendiri. Sama sekali tak ada campur tangan sang suami dalam rumah makan yang didirikannya tersebut.

Pada akhirnya, Paska memutuskan untuk berpisah, Sachlan menurunkan semua foto dan lukisan Suharti di seluruh rumah makan Ayam Goreng Ny.Suharti. Namun satu yang tak diubah Sachlan, nama Ny.Suharti masih melekat dan digunakan untuk ayam gorengnya.

Menurut Sachlan di Majalah Tempo nama Suharti bukan hanya milik mantan istrinya. Lagipula dia menganggap itu hanya sekadar nama, tak begitu berarti. Sedangkan bagi Suharti, nama tersebut tetap dipertahakan Sachlan karena kepopuleran mereknya di Indonesia. Tentu saja, banyak orang akan tetap datang ke rumah makannya karena nama Ny.Suharti.

Pasangan tersebut memang bertemu saat Suharti sudah menjadi janda anak tiga. Sachlan yang tertarik pada Suharti menerima dia apa adanya dan tetap mau menikahinya. Namun sayang, wanita lain yang hadir di tengah kehidupan keduanya membuat bisnis `Ayam Goreng Ny.Suharti` pecah kongsi. Jadi dalam kasus ini penyelesaiannya tidak sampai kejalur hukum.

Sumber :

https://www.liputan6.com/bisnis/read/752879/lika-liku-dua-logo-ayam-goreng-nysuharti

https://kumparan.com/viral-food-travel/sempat-bersengketa-dengan-suami-ini-kisah-ayam-goreng-suharti-yang-legendaris

 

KASUS PT.ASIAN AGRI GROUP (AAG)

     PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun).  Selain PT AAG, terdapat perusahaan lain yang berada di bawah naungan Grup Raja Garuda Mas, di antaranya: Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL), Indorayon, PEC-Tech,  Sateri International, dan Pacific Oil & Gas.Secara khusus, PT AAG memiliki 200 ribu hektar lahan sawit, karet, kakao di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Di Asia, PT AAG merupakan salah satu penghasil minyak sawit mentah terbesar, yaitu memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah – selain tiga pabrik minyak goreng.

     Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent diburu bahkan diancam akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.

 

Penyelesaian Kasus Asian Agri: Di Dalam atau Luar Pegadilan?

    PT Asian Agri Group (AAG) diduga telah melakukan penggelapan pajak (tax evasion) selama beberapa tahun terakhir sehingga menimbulkan kerugian negara senilai trilyunan rupiah. Belum lagi kelar penyidikan, berkembang wacana mengenaipenyelesaian kasus itu di luar pengadilan (out of court settlement). Hal ini sangat menggelisahkan kalangan yang menginginkan tegaknya hukum dan terwujudnya keadilan, tanpa pandang bulu. Sangat ironis jika para penjahat kelas teri ditangkapi, ditembaki, disidangkan, dan dimasukkan bui, sementara itu penjahat kerah putih (white collar criminal) yang mengakibatkan kerugian besar pada negara justru dibiarkan melenggang karena kekuatan kapital nya.

 

Tidak Hanya Urusan Pajak

     Menilik modus operan di dalam kasus ini, penggelapan pajak bukanlah satu-satunya perbuatan pidana yang bisa didakwakan kepada Asian Agri Group. Penyidikan terhadap Asian Agri Group juga dapat dikembangkan pada tindak pidana pencucian uang (money laundering). Dalam hal itu, penggelapan pajak oleh Asian Agri Group perlu dilihat sebagai kejahatan asal (predict crime) dari tindak pidana pencucian uang. Sebagaimana lazimnya, kejahatan pencucian uang tidak berdiri sendiri dan terkait dengan kejahatan lain. Kegiatan pencucian uang adalah cara untuk menghapuskan bukti dan menyamarkan asal-usul keberadaan uang dari kejahatan yang sebelumnya. Dalam kasus ini, penggelapan pajak dapat menjadi salah satu mata rantai dari kejahatan pencucian uang. Asian Agri Group mengecilkan laba perusahaan dalam negeri agar terhindar dari beban pajak yang semestinya dengan cara mengalirkan labanya ke luar negeri(Mauritius, Hongkong Macao, dan British Virgin Island). Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) kelompok usaha Asian Agri Group kepada Ditjen Pajak telah direkayasa sehingga kondisinya seolah merugi (Lihat pernyataan Darmin Nasution, Direktur Jenderal Pajak, mengenai rekayasa SPT itu). Modus semacam itu memang biasa dilakukan dalam kejahatan pencucian uang, sebagaimana juga diungkapkan oleh Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Hussein mengenai profile, karakteristik, dan pola transaksi keuangan yang tidak beres sebagai indikasi kuat adanya money laundering (Metro TV, 8/1/2008).

 

Berujung di Pengadilan

     Berbeda dengan tindak pidana perpajakan, dalam proses penyelesaian tindak pidana pencucian uang tidak ada satu pihak pun yang diberi kewenangan untuk menghentikan penyidikan. Dengan demikian, jika PPATK dan penyidik dapat melakukan koordinasi dengan baik untuk menuntaskan penyidikan tindak pidana pencucian uang itu, maka persidangan kasus ini pun dapat segera digelar. Akhirnya, lemahnya ketentuan hukum mengenai perpajakan harus menjadi catatan lembaga legislatif. Ketentuan yang memberikan kewenangan untuk menghentikan penyidikan tindak pidana perpajakan hanya akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan jelas tidak mampubmenghadirkan keadilan. Persetujuan kita bersama terhadap filosofi pajak yang tidak bertujuan membangkrutkan usaha, semestinya juga tidak diinterpretasikan lewat kebijakan yang membeda-beda kan kedudukan warga negara di hadapan hukum.

 

SUMBER BACAAN :

http://akuntansisfun.blogspot.com/2017/05/penyimpangan-etika-profesi-dalam-bidang.html?m=1