- Komparasi
anti agencies negara Korea Selatan dan Singapura, lalu bandingkan dengan
negara Indonesia.
Perbandingan Komparasi
Anti Agencies Negara Korea Selatan, Singapura, dan Indonesia
No. |
Pembanding |
Indonesia |
Singapura |
Korea
Selatan |
1. |
UU |
Membedakan pada delik /perbuatannya, hal ini dapat
dilihat dari UU No 31 tahun 1999 jo. UU no. 20 tahun 2001 tentang Tindak
Pidana Korupsi, selain itu ada juga ada KUHP mengatur tentang kejahatan
secara umum dan UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencucian uang. |
Membedakan pada pemilahan pelaku dari tindak pidana
Korupsi, hal ini dapat dilihat daru peraturan di singapura yaitu dengan
adanya Prevention of coruption act tentang penyuapan yang di lakukan oleh
swasta dan KUHP singapura tentang korupsi yang di lakukan oleh pegawai negeri. |
Pada awal abad ke 21 dengan diberlakukannya UU no
6494 tentang Anti Korupsi yang disahkan pada tanggal 24 Juli 2001 |
2. |
Sanksi |
Sanksi pidana di Indonesia mengenal sistem
pemidanaan maksimal khusus dan minimal umum, jadi pidana indonesia lebih
berat baik denda maksimal Rp.1.000.000.000,- dan penjara maksimal 20 tahun,
seumur hidup bahkan pidana mati. Dan mengenal sistem penjatuhan pidana secara
kumulatif. |
Sanksi pidana di Singapura berupa pidana penjara
maksimal 7 tahun sedangkan pdana denda maksimal $ 100.000. Dalam sistem
pemidanaan Singapura tidak mengenal adanya pidana mati dan dalam sistem
penjatuhan pidana di sigapura mengenal adanya sistem secara kumulatif. |
Di Korea selatan para pelaku korupsi akan
mendapatkan sanksi sosial yang luar biasa. Mereka akan dikucilkan oleh
masyarakat bahkan oleh keluarga mereka sendiri. Dan dihukum 22,5 tahun
penjara. |
3. |
Lembaga |
Di Indonesia terdapat 3 lembaga yang berwenang dalam
menangani kasus korupsi yaitu Kejaksaan, Kepolisian dan KPK, sehingga terjadi
tumpang tindih dalam hal kewenangan menangani korupsi. |
Di Singapura hanya 1 lembaga yang berwenang dalam
menangani korupsi yaitu CPIB. |
Pada tahun 2002 Korea mendirikan Korea Independent
Commission Against Corruption (KICAC). Pada tahun 2008, dibentuk
Anti-Corruption and Civil Rights Commission of Korea (ACRC) dan membentuk
sistem pencegahan korupsi baru dengan mengintegrasikan tiga faktor anti
korupsi, hakim administrative dan Ombuds yang mengawasi praktik tidak adil
dan illegal di sektor public. |
4. |
Budaya&politik |
Bermula dari masa kerajaan dengan penarikan upeti,
masa penjajahan dengan pemerintahan VOC dan kerja Rodi dan masa Orba dengan
sistem pemerintahan otoriter dan anti-kritik, sehingga korupsi semakin
terbuka. Pada pemerintahan selanjutnya meskipun KPK berdiri,
tetapi political will saat itu masih lemah dan kurangnya dukungan dari
pemerintah dan masyarakat. |
CPIB bermula dari pembentukan KAK (Komisi Anti
Korupsi) di dalam lembaga kepolisian dan kemudian di pisah karena adanya suap
di lembaga polisi. Adanya political will yang kuat dari penguasa saat
itu dan di dukung oleh rakyat dan para pejabat pemerintah Singapura. |
Setelah Perang Korea yang pecah pada tahun 1950,
Korea menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang fenomenal 7-8% setiap
tahun selama sekitar 30 tahun dari tahun 1960-an dengan dimulainya
industrialisasi dan hingga awal 1990-an. Sejalan dengan inisiatif
anti-korupsi global pada pertengahan 1990-an seperti Konvensi Anti-Penyuapan
OECD, Korea juga mulai bergabung dengan upaya anti-korupsi dengan
meningkatkan sistemnya di seluruh masyarakat dalam menghadapi Krisis Keuangan
Asia 1997. Dengan latar belakang ini, "Undang-Undang Antikorupsi"
diberlakukan pada tahun 2001 untuk mencegah dan secara efektif mengendalikan
korupsi, dan "Komisi Independen Korea Melawan Korupsi (KICAC)"
diluncurkan pada tahun 2002. |
5. |
Jumlah Pegawai KAK (Komisi Anti Korupsi) |
Indonesia dengan wilayah yang luas dan terdiri dari
pulau-pulau dan daerah-daerah, maka pejabatpejabat di Indonesia tergolong
banyak karena setiap daerah membutuhan jumlah pejabat yang berbeda-beda,
sehingga dibandingkan dengan para pegawai KPK maka sangat sulit untuk
mengaudit dan mengusut tuntas semua pejabat di indonesia. Maka dari itu di
perlukannya penambahan jumlah pegawai KPK yang lebih banyak lagi. |
Singapura dengan wilayah yang relatif kecil,
sehingga pejabat pemerintahan Singapura relatif sedikit, sehingga memudahkan
CPIB dengan jumlah pegawai CPIB yang relatif sedikit untuk mengaudit dan
mengusut tuntas para pejabat yang di sinyalir korup. |
|
2. Apakah
hukumnya (terkait korupsi) yang ditakuti oleh warga negara Korea Selatan dan
Singapura? atau karena sanksinya yang tegas, yang menyebabkan mereka takut?
Di Singapura regulasi untuk mengatur mengenai tindak
pidana yang berkaitan dengan korupsi dibagi menjadi 2 regulasi yaitu :
a. Prevention
of Corruption Act rumusan delik khusus dikalangan bisnis berupa penyuapan
antara swasta dengan swasta, dan untuk pegawai negeri delik suap diambil dari
KUHP Singapura, hal ini dikarenakan latar belakang negara Singapura adalah
sebuah negara bisnis atau dagang. Dalam Prevention of Corruption Act, terdapat
2 (dua) pasal, pada Pasal 5 dan Pasal 6 Prevention of Corruption Act yaitu
dengan ancaman pidana maksimal 5 (lima) tahun ditambah dengan klausula yang
memperberat pidana menjadi 7 (tujuh) tahun. Jika korupsi maupun suap berkaitan
dengan kontrak yang diadakan antara pihak swasta dengan pemerintah maupun
lembaga / badan publik, maka sesuai dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Prevention of
Corruption Act, ancaman pidana ditingkatkan menjadi $ 100,000 atau pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan berlaku kumulatif. Pada Pasal 10 sampai
dengan Pasal 12 Prevention of Corruption Act mengatur mengenai penyuapan dalam
hal tender pekerjaan, pelayanan, melakukan atau pemasokan sesuatu, material
atau benda, yang merupakan kontrak dengan Pemerintah atau departemen atau badan
publik.
b. Dalam
Pasal 32 ayat (2) Prevention of Corruption Act juga mengatur tentang
gratifikasi, apabila seorang pejabat publik menerima pemberian gratifikasi tetapi
tidak menangkap si pemberi itu dan membawa ke kantor polisi terdekat tanpa
alasan yang dapat diterima akal, diancam dengan pidana denda paling banyak $
5,000 atau pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau keduaduanya. Penuntut
umum dapat dengan perintah memberi kuasa kepada direktur CPIB Singapura atau
penyidik khusus CPIB Singapura untuk melaksanakan penyidikan terhadap setiap
delik berdasarkan hukum tertulis, semua atau setiap wewenang yang berkaitan
dengan penyidikan oleh kepolisian berdasarkan Criminal Prosedure Code.
Sedangkan di Korea Selatan para pelaku korupsi akan
mendapatkan hukuman penjara selama 22,5 tahun dan sanksi sosial yang luar
biasa. Mereka akan dikucilkan oleh masyarakat bahkan oleh keluarga mereka
sendiri. Salah satu contohnya adalah mantan presiden Korsel, Roh Moo Hyun.
Karena dikucilkan keluarganya dan tidak kuat menahan rasa malu atas kasus
korupsi yang menjeratnya, ia memilih untuk bunuh diri dengan menerjunkan
dirinya dari atas bukit.
Kemudian ada faktor - faktor lain yang dikembangkan
oleh Korea Selatan yaitu terdapat Director
of Training Planning dari Anti-corruption
Training Institue (ACTI) yang merupakan bagian dari ACRC. ACTI adalah
lembaga pelatihan untuk masyarakat dan penyelenggara negara agar memiliki
integritas yang lebih baik dan menanamkan karakter antikorupsi. Ini adalah
salah satu cara Korea Selatan untuk mencegah korupsi dengan memberikan warga
negaranya pengetahuan dan pelatihan. Lim berbagi cara ACTI memberikan pelatihan
yang menyenangkan kepada masyakarat dan penyelenggara negara lewat sebuah
konser musik, sebuah pertunjukan, diskusi menarik bersama tokoh masyarakat yang
inspiratif. Kegiatan itu disebut dengan Integrity Concert, yaitu pelatihan
integritas melalui medium seni. Pelatihan Integrity
Concert sangat popular dan disenangi di Korea Selatan. Pelatihan itu
menjadi menarik karena berbeda dengan jenis-jenis pelatihan yang ada sebelumnya
yang terkesan membosankan dan akan membuat masyarakat mengantuk.
Selain berbagi tentang pelatihan integritas yang menjadi
salah satu andalan ACRC, Senior Deputy Director Anti-corruption Solicitation
Interpretation Division Ki Hyun Kwon juga menjelaskan mengenai pengaturan
gratifikasi di Korea Selatan. Gratifikasi tidak hanya berlaku dan diatur untuk
para penyelengara negara, pengajar juga bisa terkena pasal gratifikasi. Hal
menarik dan sedikit berbeda dari Indonesia, Korea Selatan tidak menerapkan
aturan gratifikasi pada upacara kematian. Karena menurut Kwon, upacara kematian
di Korea Selatan sangat mahal dan sangat sakral bagi masyarakat Korea Selatan. Dalam
mengatur sektor swasta, ACRC membuat sebuah pedoman yang bernama Anti-corruption Guidelines for Companies
yang harus diterapkan di seluruh perusahaan yang ada di Korea Selatan. Pedoman
tersebut mengatur banyak hal yang dapat mencegah terjadinya korupsi di sektor
swasta. Peraturan tersebut juga terintegrasi dengan aturan-aturan lain seperti
kewajiban mengikuti pelatihan integritas dan mengikuti aturan gratifikasi.
Sumber :
Vidya
Prahassacitta, 2017 “SUATU PERBANDINGAN DENGAN SINGAPURA, MALAYSIA DAN KOREA
SELATAN” Jurnal Hukum & Pembangunan 47 No. 4 (2017): 396-420.